Label

Kamis, 25 April 2013

Ketika Suku Bunga Menjadi Bencana




Merangkum dari artikel yang berjudul  Suku Bunga, Inflasi dan Krisis Keuangan Dunia” , kita dihadapkan dengan fakta bahwa suku bunga menjadi bagian penting dalam berbagai masalah perekonomian dunia, Diawali pada tahun 1930-an dengan terjadinya depresi yang besar (the great depressions), lalu pada dekade 1980-an dunia dihadapkan dengan terjadinya krisis Amerika Latin, dan muncul juga pada pertengahan tahun 1997-an krisis moneter di Asia, adalah pengalaman ekonomi dunia dengan inflasi tingginya (hyper inflation) yang sangat merusakkan sendi-sendi ekonomi (Triono, 2006)

Terlalu dalam dan kompleksnya persoalan ini , membuat para ahli kebingungan menemukan kebijakan yang mampu menjadi solusi yang bisa mengatasi masalah tanpa masalah sampai keakarnya , fakta tersebut dibenarkan oleh Samuelson dan Nordhaus yang menyatakan kebanyakan solusi yg ditawarkan para ahli belum cukup mampu untuk menyelesaikan persoalan tersebut  dan justru cenderung menimbulakan polemik baru .

Masalah keuangan ini sejatinya terkait denagn mata uang, sistem yang mencakupinya juga mengena penyalahgunaan fungi dasar ung itu sendiri yang harusnya menjadi alat tukar , tapi diubah pula menjadi sebuah barang yang ikut-ikutan diperjual belikan demi mendapatkan keuntungan dari BUNGA

Bank Konvensional , yang sejatinya memberikan pinjaman  kepada golongan-golongan yang BERADA, karna dianggap dapat mempekeci resiko kerugian dalam peminjaman , akibatnya jarang lembaga keuangan semisal bank , memberikan pinjaman kepada orang-orang miskin , namun faktanya ini adalah blunder  dalam pertumbuhan perekonomian , karna para orang-orang BERADA yang meminjam kepada bank, bukan hanya untuk kegiatan produktif saja, namun tidak sedikit pula yang menjadikan uang pinjaman tersebut sebagai media mempermudah kegiatan konsumtif yang kebanyakan untuk memuaskan hasrat semata , contohnya dengan membeli barang-barang mewah yang tidak berpengaruh besar dalam menumbuhkan ekonomi.

 sejalan dengan prilaku bank yang demikian adanya, maka uang hanya berputar pada orang-orang kaya saja , yang kadang tidak menggunakanya untuk kegiatan produksi, sedangkan orang miskin jarang memiliki kesempatan untuk mendapatkan kredit dari bank.

Di Indonesia sendiri , pada tahun 2008 penelitian pernah dilakukan oleh Aam slamet rusydiana, dengan metode estimasi Vector Autoregression (VAR) dan Vector Error Correction Model (VECM), yang menunjukan suku bunga berpengaruh positif  bahkan dominan dalam terjadinya inflasi di Indonesia. Maka haruslah ada pengkajian kembali terhadap eksistensi suku bunga didunia perekonomian, akankah menyuburkan atau bahkan menghancurkan suatu perekonomian.

Ekonomi dalam pandangan agama kita, melihat fenomena keuangan ini tak jauh dari masalah moneter, uang, dan fungsi-fungsinya yang disalahgunakan, perlu diingat tidak semua sistem yang dipakai sekarang dapat diaplikasikan dalam ekonomi islam, misalkan suku bunga,spekulasi dan gharar. Motif- motif sepeti ini dapat menimbulkan efek domino krisis ekonomi, 

          Sebagai perbandingan , dalam islam konsep uang adalah pure sebagai alat tukar
Yang dapat mengalir dalam perekonomian (flow concept), sedangkan dalam Konvensional, uang dapat menjadi barang modal (capital), komoditas dagangan, sesuatu yang dapat ditukarkan, uang adalah sesuatu yang biasa disimpan  (stock concept) dan beberapa kapasitas-kapasitas lainnya.
          Masalah perekonomian tersebut pada zaman Rasulullah saw dahulu, tidak menjadi sebuah kendala yang mendasar.mungkin Salah satu sebabnya adalah, karena salahnya para ekonom memandang uang. Uang yang semestinya menjadi flow berubah menjadi stock. Yang seyogyanya hanya menjadi media, diubah menjadi komoditas yang dapat diperdagangkan, Bahkan dijadikan sebagai alat spekulasi yang tak menimbulkan kemaslahatan, bagi hasil yang harusnya digalangkan, diubah menjadi suku bunga yang menyesakkan. Wallahu a’lam bishawab



NAMA        :         Andi rahman

NIM            :         S.1115.214  

KELAS        :         BMI-C

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar