RIBA DALAM PRESFEKTIF ISLAM
A. DEFINISI
RIBA
Riba secara bahasa
bermakna ziyadah (tambahan). Dalam pengertian linguistik, riba juga berarti
tumbuh dan membesar. Adapun menurut
istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara
baitil. Secara umum riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual
beli maupun pinjam meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip
muamalah dalam islam. Allah SWT ber-firman : “Hai orang-orang yang
beriman,janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan batil”.
(An-nisa : 29)
1.
Badr
ad-Din al-Ayni, Pengarang Umdatul Qari Syara shahih al-Bukhari
“Prinsip utama dalam riba adalah penambahan.menurut
syari’ah, riba berarti penambahan atas harta pokok tanpa adanya transaksi
bisnis riil”.
2.
Ragib
al-Asfahani
“Riba adalah penambahan atas harta pokok”.
3.
Mujahid
“Mereka menjual dagangannya dengan tempo.apabila telah
jatuh tempo dan tidak mampu membayar, si pembeli memberikan tambahan atas
tambahan waktu”.
B. JENIS-JENIS
RIBA
1. Riba Qardh : suatu manfaat atau tingkat kelebihan
tertentu yang diisyaratkan terhadap yang
berhutang
2. Riba Jahiliyyah : utang dibayar lebih dari pokoknya
karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan.
3. Riba Fadhl
Pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran
yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis
barang ribawi.
4. Riba Nasi’ah : penangguhan penyerahan atau penerimaan
jenis barang ribawi yang dipertukarakan dengan barang jenis ribawi yang
lainnya.
C. JENIS-JENIS
BARANG RIBAWI
1. Emas dan perak, baik itu dalam bentuk
uang maupun dalam bentuk lainnya;
2. Bahan makanan pokok, seperti
beras,gandum, dan jagung, serta bahan makanan tambahan, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan.
D. KONSEP
RIBA DALAM PERSPEKTIF NON-MUSLIM
1. Konsep bunga dikalangan
Yahudi
Kitab Deuteronomy
(ulangan ) pasal 3 ayat 19 menyatakan “
janganlah engkau membungakan uang kepada saudaramu, baik uang maupun bahan
makanan, atau apapun yang dapat dibungakan.”
2. Konsep Bunga di
kalangan Yunani dan Romawi
Dua ahli
filsafat Yunani terkemuka, plato
(427-347 SM) dan Aristoteles (384-322),mengecam praktik bunga. Alasan Plato
mengancam praktek bunga adalah pertama, bunga menyebabkan perpecahan dan
perasaan tidak puas dalam masyarakat. Kedua,bunga bunga merupakan alat golongan
kaya untuk mengekploitasi golongan miskin.
3. Konsep bunga
dikalangan kristen
Dalam Lukas
6:34-35 ayat yang mengancam praktek bunga.
“Dan jikalau kamu
memnjamkan sesuatu kepada orang lain karena kamu harap akan mendapatkan sesuatu
darinya, apakah jasamu orang-orang yang berdosa pun akan meminjamkan kepada
orang yang berdosa supaya mereka menerima kembali sama banyak. Tetapi kamu,
kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak
mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak
tuhan yang maha tinggi, sebab dia beik terhadap orang-orang yang tidak tahu
berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat”.
E.
LARANGAN RIBA DALAM AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH
1. larangan Riba dalam Al quran
Larangan riba yang terdapat dalam
Al-Qur’an tidak diturunkan sekaligus, melainkan diturunkan dalam empat tahap.
Tahap
pertama, menolak aggapan bahwa pinjaman riba yang pada zhahirnya seolah-olah
menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu pebuatan mendekati atau
bertaqarrub kepada Allah SWT.
“ Dan, sesuatu riba (tambahan) yang
kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka itu tidak menambah
disisi Allah. Dan, apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk
mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang
melipat gandakan (pahalanya).” (Ar-Rum:39).
Tahap kedua, riba digambarkan sebagai
suatu yang buruk. Allah SWT mengancam akan member balasan yang keras kepada
orang Yahudi yang memakan riba.
“ Maka disebabkan kezhaliman
orang-orang Yahudi, Kami mengharamkan atas mereka (memakan makanan) yang
baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak
menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba,
padahal sesungguhnya mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan
harta oang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang
yang kafir diantara mereka itu siksa
yang pedih.” (an-Nisa’:160-161)
Tahap ketiga,riba diharamkan dengan
dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Para ahli tafsir
berpendapat bahwa pengambilan bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan
fenomena yang banyak dipraktikan pada masa tersebut. Allah berfirman:
“ hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu memakan riba dengan beripat ganda dan bertakwalah kamu kepada
Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (Ali Imran:130)
Ayat ini turun pada tahun ke-3
hijriah. Secara umum , ayat ini harus dipahami bahwakriteria berlipat ganda
bukanlah merupakan syarat dari terjadinya riba (jikalau bunga berlipat ganda
maka riba, tetapi jikalau kecil bukan riba), tetapi ini merupakan sifat umum
dari praktek dari praktek pembungaan uang pada saa itu.
Demikian juga ayat ini harus dipahami
secara komprehensif dengan ayat 278-279 dari surah Al-Baqarah yang turun pada
tahun ke-9 Hijriah.
Ayat terakhir, Allah SWT dengan jelas
dan tegas mengharamkan apapun jenis tamabahan yag diambil dari pinjaman. Ini
adalah ayat terakhr yag diturunkan mengenai riba.
“Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika
kamu orang yang beriman. Maka, jika kamu tidak mengerjakan (meninggalka sisa
riba) maka ketahuilah bahwa Allahbdan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu
bertobat (dari pengambilan riba) maka bagimu pokok hartamu; Kamu tidak
menganiaya dan dianiaya.” (Al-Baqarah:278-279)
Ayat ini baru sempurana kita
pahamijika kita cermati bersama asbabun nuzulnya. Abu ja’far Muhammad bin Jabir
At-Thabari meriwayatkan,
“ kaum Tsaqif, penduduk kota Thaif,
telah membuat suatu kesepakatan dengan Rasulullah SAW bahaw utang mereka,
demikian juga piutang (tagihan) mereka, yang berdasarkan riba agar dibekukan
dan dikembalikan hanya pokoknya saja. Setelah Fathul Makkah yang meliputi
kawasan Thaif sebagai daerah administrasinya Bani Amr bin Umair bin Auf adalah
orang yang senantiasa meminjamkan uang secara riba kepada Bani Mughirah dan
sejak zaman jahiliah bani Mughirah senantiasa membayarnya dengan tambahan riba.
Setelah kedtangan islam, mereka tetap memilki kekayaan dan asset yang banyak.
Karenanya datanglah Bani Amr untuk menagih utang dengan tambahan (riba)
tersebut. Dlaporkan masalah tersebut kepada Gubernur Itab bin Usaid. Menanggapi
masalah ini,Gubernur Itab langsung menulis surat kepada Rasulullah SAW dan
turunlah ayat di atas. Rasulullah SAW lantas menulis surat balasan kepada
Gubernur Itab, ‘jika mereka ridha atas ketentuan Allah di atas maka itu baik,
tetapi jika mereka menolaknya maka kumandangkanlah ultimatum perang kepada
mereka.’”
2. Larangan Riba dalam Hadits
Dalam amanat terakhir Nabi SAW pada haji wada’
beliau bersabda “ingatlah bahwa kamu akan menghadap Tuhan mu dan Dia pasti akan
menghitung amalanmu. Allah telah melarang kamu mengambil riba. Oleh karena itu,
utang akibat riba itu harus dihapuskan. Modal (uang pokok) kamu adalah hak
kamu. Kamu tidak menderita ataupun mengalami ketidak adilan.”
“ jabir berkata bahwa Rasulullah SAW
mengutuk orang yang menerima Riba, orang yang membayarnya, dan orang yang
mencatatnya, dan dua orang saksinya, kemudian beliau bersabda,” mereka itu
semuanya sama “ (HR Muslim no.2995, kitab al-Masaqqah)
Diriwayatkan oleh Hakim dari Ibnu
Mas’ud bahwa Nabi saw. Bersabda , “ riba itu mempunyai 73 pintu (tingkatan) ;
yang paling rendah (dosanya) sama dengan seseorang yang melakukan zina dengan
Ibunya.”
F. ALASAN
PEMBENARAN PENGAMBILAN RIBA
Sekalipun ayat-ayat dan hadits riba
sudah sangat jelas dan sharih, masih saja ada
cendikiawan yang mencoba untuk memberikan pembenaran atas pengambilan
bunga uang. Diantaranya karena alas an
sebagi berikut :
1.
Dalam keadaan darurat , bunga halal
hukumnya.
2. Hanya
bunga yang berlipat ganda saja dilarang, sedangkan suku bunga yang “wajar” dan tidak menzhalimi diperkenankan .
3.
Bunga, sebagai lembaga, tidak masuk dalam kategori mukallaf. Dengan demikian,
tidak terkena khitab ayat-ayat dan hadits riba.
1. Darurat
“… barangsiapa dalm keadaan terpaksa
(memakannya), sedang dia (1) tidak menginginkannya dan (2) tidak pula melampaui
batas , maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Mah Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (Al Baqarah: 173)
Al qawaid alfiqhiyah,para ulama
merumuskan kaidah “ Darurat itu harus dibatasi sesuai dengan kadarnya.”
Artinya darurat itu ada masa
berlakunya serta ada batasan ukuran dan kadarnya. Contohnya, seandainya di huta
ada sapi atau ayam, dispensasi untuk memakan daging babi menjadi hilang.
Demikian juga seandainya untuk mempertahankan hidup cukup dengan tiga suap,
tidak boleh melampau batas hingga tujuh atau sepuluh suap, apalagi sampai
dibawa pulang.
2. Berlipat Ganda
“ hai orang-orang yang
beriman janganlah kalian memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah
kalian agar alian mendapat keberuntungan.” sepintas ayat ini hanya melarang
riba yang berlipat ganda. Akan tetapi, memahami ayat tersebut dengan cermat,
termasuk mengaitkannya dengan ayat-ayat riba yang lainnya secara komprehensif.
·
kriteria berlipat ganda dalam ayat ini harus
dipahami sebagi hal atau sifat dari riba dan sama sekali bukan merupakan
syarat.
Syarat
berarti kalau terjadi perlipat gandaan maka riba, jika kecil maka tidak riba.
·
Menanggapi hal ini, Dr. Abdullah Draz, dalam
salah satu konferensi Fiqih Islami di Paris tahun 1978, menegaskan kerapuhan
asumsi syarat tersebut.ia menjelaskan secara linguististik ( dha’fun ) arti “
kelipatan “. Sesutu berlipat minial 2 kali lebih besar dari semula, sedangkan (
‘adh ‘aafun ) adalh bentuk jamak dari kelipatan tadi. Minimal jamak adalh 3.
Dengan demikian, ( ‘adh ‘aafun ) berarti 3x2=6 kali. Adapun ( mudhaa ‘afan )
dalam ayat adalah ta’kid ( litta’kid ) penguatan.
Dengan demikian, menurutnya, kalau brlipat
ganda itu dijadikan syarat maka sesuai dengan konsekuensi bahasa minimal harus
6 kali atu bunga 600%. Secara operasional dan nalar sehat, angka itu mustahil
terjadi dalam proses perbankan maupun simpan-pinjam.
3. Badan Hukum dan
Hukum Taklif
Pendapat yang mengatakan ketika ayat
riba turun di Jazirah Arab belum ada bank atau lembaga keuangan, yang ada hanya indvidu-individu.
Pendapat inii memiliki banyak kelemahan baik sisi historis ataupun teknis:
a.
Tidak benar pada zaman pra-Raulullah saw tidak
ada “badan hukum. Sejarah Romawi,persia, dan Yunani menunjukkan ribuan lembaga
keuangan.
b.
dalam
tradisi hukum, perseroan atau badan hukum sering diseeebut juridical
personality atau syakhsiyah hukmiyah. Jadi secara hukum juridical personality secra hukum adalah sah mewakili individu
secara keseluruhan.
G. PERBEDAAN
INVESTASI DAN MEMBUNGAKAN UANG
1. Investasi
adalah kegiatan usaha yang mengandung resiko karena berhadapan dengan unsur ketidakpastian.
2.
Membungakan uang adalah kegiatan usaha yang
kurang mengandung resiko karena peroehan kembaliannya berupa bunga yang
relatif pasti dan tetap.
H. PERBEDAAN
ANTARA BUNGA DAN BAGI HASIL
Tabel Perbedaan Antara Bunga dan Bagi Hasil
BUNGA
|
BAGI HASIL
|
·
Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan
asumsi harus selalu untung.
|
·
Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil
dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi.
|
·
Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah
uang (modal) yang dipinjamkan.
|
·
Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada
jumlah keuntungan yang diperoleh.
|
·
Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan
tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung
atau rugi.
|
·
Bagi hasil bergantung pada keuntungan proyek yang
dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh dua
belah pihak
|
·
Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat
sekalipun jumlah keuntungan berlipat.
|
·
Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan
peningkatan jumlah pendapatan.
|
·
Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak
dikecam) oleh semua agama, temasuk agama islam.
|
·
Tidak ada yang meragukn keabshan bagi hasil.
|
I. DAMPAK NEGATIF
RIBA
- Dampak ekonomi
Diantara dampak ekonomi riba
adalah dampak inflatoir yang diakibatkan oleh bunga sebagai biaya uang.karena
elemen penuntu harga adalah suku bunga. Semakin
tinggi suku bunga maka semakin
tinggi pula harga yang ditetapkan pada suatu barang.
Dampak lainnya adalah bahwa
utang, dengan rendahnya tingkat penerimaan peminjam dan tingginya biaya bunga,akan
menjadikan peminjam tidak pernah keluar dari ketergantungan, terlebih kalau
bunga itu dibungakan lagi.
- Sosial Kemasyarakatan
Riba merupakan pendapatan
yang didapat secara tidak adil. Para pengambil riba meminjamkan uangnya dengan
catatan uang yang dipinjam tersebut harus kembali dengan jumlah yang lebih dari
uang semula.
J. HIKMAH
DIHARAMKANNYA RIBA
Kiranya
cukup untuk mengetahui hikmahnya seperti apa yang dikemukakan oleh Imam ar-Razi
dalam tafsirnya sebagai berikut:
1. Riba adalah suatu perbuatan
mengambil harta kawannya tanpa ganti. Sebab orang yang meminjamkan uang 1
dirham dengan 2 dirham, misalnya, maka dia dapat tambahan satu dirham tanpa
imbalan ganti. Sedang harta orang lain itu merupakan standard hidup dan
mempunyai kehormatan yang sangat besar, seperti apa yang disebut dalam hadis
Nabi:
"Bahwa kehormatan harta
manusia, sama dengan kehormatan darahnya."
Oleh karena itu mengambil harta
kawannya tanpa ganti, sudah pasti haramnya.
2. Bergantung kepada riba dapat
menghalangi manusia dari kesibukan bekerja. Sebab kalau si pemilik uang yakin,
bahwa dengan melalui riba dia akan beroleh tambahan uang, baik kontan ataupun
berjangka, maka dia akan mengentengkan persoalan mencari penghidupan, sehingga
hampir-hampir dia tidak mau menanggung beratnya usaha, dagang dan
pekerjaan-pekerjaan yang berat. Sedang hal semacam itu akan berakibat
terputusnya bahan keperluan masyarakat. Dan satu hal yang tidak dapat disangkal
lagi, bahwa kemaslahatan dunia seratus persen ditentukan oleh jalannya
perdagangan, pekerjaan, perusahaan dan pembangunan.
(Tidak diragukan lagi, bahwa hikmah
ini pasti dapat diterima, dipandang dari segi perekonomian).
3. Riba akan menyebabkan
terputusnya sikap yang baik (ma'ruf) antara sesama manusia dalam bidang
pinjam-meminjam. Sebab kalau riba itu diharamkan, maka seseorang akan merasa
senang meminjamkan uang satu dirham dan kembalinya satu dirham juga. Tetapi
kalau riba itu dihalalkan, maka sudah pasti kebutuhan orang akan menganggap
berat dengan diambilnya uang satu dirham dengan diharuskannya mengembalikan dua
dirham. Justru itu, maka terputuslah perasaan belas-kasih dan kebaikan.
(Ini suatu alasan yang dapat
diterima, dipandang dari segi ethik).
4. Pada umumnya pemberi piutang
adalah orang yang kaya, sedang peminjam adalah orang yang tidak mampu. Maka
pendapat yang membolehkan riba, berarti memberikan jalan kepada orang kaya
untuk mengambil harta orang miskin yang lemah sebagai tambahan. Sedang tidak
layak berbuat demikian sebagai orang yang memperoleh rahmat Allah.
(Ini ditinjau dari segi sosial).
Ini semua dapat diartikan, bahwa
riba terdapat unsur pemerasan terhadap orang yang lemah demi kepentingan orang
kuat (exploitasion de l'home par l'hom) dengan suatu kesimpulan: yang kaya
bertambah kaya, sedang yang miskin tetap miskin. Hal mana akan mengarah kepada
membesarkan satu kelas masyarakat atas pembiayaan kelas lain, yang memungkinkan
akan menimbulkan golongan sakit hati dan pendengki; dan akan berakibat
berkobarnya api terpentangan di antara anggota masyarakat serta membawa kepada
pemberontakan oleh golongan ekstrimis dan kaum subversi.
Sejarah pun telah mencatat betapa
bahayanya riba dan si tukang riba terhadap politik, hukum dan keamanan nasional
dan internasional
beberapa dalil tentang riba :
2:275 Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
2:276 Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.
2:278 Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
2:279 Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.
3:130 Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.
4:161 dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.
30:39 Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Muhammad Syafii. 2011. Bank Syariah: Dari Teori ke
Praktek. Jakarta. Gema Insani dan Tazkia Cendikia.
Qardhawi, Yusuf. 1993. Halal dan Haram dalam Islam. Bina
Ilmu.
www. Pakdenono.com
www.wikipedia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar