Jangan lupa membagikan artikel ini setelah membacanya
Meninggalkan Shalat Jum'at
Sebagian
kaum muslimin ada yang meninggalkan shalat Jum’at karena sikap
meremehkannya serta lengah untuk menjunjung tinggi syi’ar-syi’ar agama
Allah, yang dalam hal itu Allah telah menyatakan dengan firman-Nya:
ذَٰلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى الْقُلُوبِ
“Demikianlah
(perintah Allah). Dan barang-siapa mengagungkan syi’ar-syi’ar agama
Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” [Al-Hajj: 32]
Dan hendaklah orang yang suka
mengabaikan shalat Jum’at mengetahui bahwa dengan demikian itu dia telah
melakukan perbuatan dosa besar sekaligus kejahatan yang besar. Dan
Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengadzabnya dengan mengunci mati
hatinya, sehingga dia tidak akan pernah tahu suatu kebaikan dan tidak
juga dapat mengingkari kemungkaran. Dia pun tidak akan pernah merasakan
nikmatnya Islam serta tidak pula merasakan manisnya iman.
Imam
Muslim meriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Umar dan Abu
HurairahRadhiyallahu ‘anhu. Keduanya pernah mendengar Rasulullah
Shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda di atas pilar-pilar mimbarnya
لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ عَنْ وَدْعِهِمُ الْجُمُعَاتِ أَوْ لَيَخْتِمَنَّ اللهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ ثُمَّ لَيَكُونَنَّ مِنَ الْغَافِلِيْنَ.
“Hendaklah
orang-orang itu berhenti dari meninggalkan shalat Jum’at atau Allah
akan mengunci mati hati mereka yang kemudian mereka termasuk orang-orang
yang lalai.” [1]
At-Tirmidzi juga meriwayatkan dan menilainya hasan, serta dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani.
Dari Abu al-Ja’d adh-Dhamri Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
مَنْ تَرَكَ ثَلاَثَ جُمَعٍ تَهَاوُنًا بِهَا طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ.
“Barangsiapa meninggalkan tiga kali shalat Jum’at karena meremehkannya, maka Allah akan mengunci mati hatinya.” [2]
Dalam riwayat Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban disebutkan
مَنْ تَرَكَ الْجُمُعَةَ ثَلاَثًا مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ فَهُوَ مُنَافِقٌ.
“Barangsiapa meninggalkan shalat Jum’at tiga kali tanpa alasan yang dibenarkan, maka dia adalah seorang munafiq.” [3]
Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhu, dia mengatakan
مَنْ تَرَكَ ثَلاَثَ جُمَعٍ مُتَوَالِيَاتٍ، فَقَدْ نَبَذَ اْلإِسْلاَمَ وَرَاءَ ظَهْرِهِ
“Barangsiapa
meninggalkan tiga kali shalat Jum’at berturut-turut, sungguh dia telah
men-campakkan Islam ke belakang punggungnya.” [4]
Mengulur Waktu Datang ke Masjid Sehingga Khatib Naik Mimbar
Di antara
kaum muslimin ada yang berlambat-lambat ketika mendatangi shalat Jum’at
sehingga khatib naik mimbar. Padahal dengan demikian itu mereka telah
kehilangan banyak kebaikan serta pahala yang melimpah.
Di dalam
ash-Shahiihain (Shahiih al-Bukhari dan Shahiih Muslim) disebutkan, dari
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah bersabda
مَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنَ، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَـا قَرَّبَ دَجَاجَةً، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الْخَـامِسَةِ فَكَأَنَّمَـا قَرَّبَ بَيْضَةً، فَإِذَا خَرَجَ اْلإِمَـامُ حَضَـرَتِ الْمَلاَئِكَةُ يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ
“Barangsiapa
mandi pada hari Jum’at seperti mandi junub kemudian dia berangkat ke
masjid, maka seakan-akan dia berkurban dengan unta. Barangsiapa
berangkat pada waktu kedua, maka seakan-akan dia berkurban dengan sapi.
Barangsiapa berangkat pada waktu ketiga, maka seakan-akan dia berkurban
dengan kambing yang bertanduk. Barangsiapa berangkat pada waktu keempat,
maka seakan-akan dia berkurban dengan ayam. Dan barangsiapa berangkat
pada waktu kelima, maka seakan-akan dia berkurban dengan telur.Jika imam
(khatib) telah datang, maka Malaikat akan hadir untuk mendengarkan
Khutbah.” [5]
Maksudnya,
para Malaikat itu menutup lembaran catatan pahala bagi mereka yang
terlambat sehingga tidak mendapatkan pahala yang lebih bagi orang-orang
yang masuk masjid (di saat khatib sudah naik mimbar). Pengertian
tersebut diperkuat oleh hadits berikut ini:
Diriwayatkan
oleh Imam Ahmad dan dinilai hasan oleh al-Albani. Dari Abu Ghalib, dari
Abu Umamah, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
تَقْعُدُ الْمَلاَئِكَةُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ عَلَى أَبْوَابِ الْمَسْجِدِ مَعَهُمُ الصُّحُفُ يَكْتُبُونَ النَّاسَ فَإِذَا خَرَجَ اْلإِمَامُ طُوِيَتِ الصُّحُفُ قُلْتُ: يَا أَبَا أُمَامَةَ لَيْسَ لِمَنْ جَاءَ بَعْدَ خُرُوجِ اْلإِمَامِ جُمُعَةٌ؟ قَالَ: بَلَى وَلَكِنْ لَيْسَ مِمَّنْ يُكْتَبُ فِي الصُّحُفِ
“Pada hari
Jum’at para Malaikat duduk di pintu-pintu masjid yang bersama mereka
lembaran-lembaran catatan. Mereka mencatat orang-orang (yang datang
untuk shalat), di mana jika imam (khatib) telah datang menuju ke mimbar,
maka lembaran-lembaran catatan itu akan ditutup.”
Lalu
kutanyakan, “Hai Abu Umamah, kalau begitu bukankah orang yang datang
setelah naiknya khatib ke mimbar berarti tidak ada Jum’at baginya?”
Dia menjawab, “Benar, tetapi bukan bagi orang yang telah dicatat di dalam lembaran-lem-baran catatan.” [6]
Dia menjawab, “Benar, tetapi bukan bagi orang yang telah dicatat di dalam lembaran-lem-baran catatan.” [6]
Tidak Mandi, Memakai Wewangian, dan Bersiwak di Hari Jum'at
Di antara jama’ah ada juga yang mengabaikan masalah mandi dan memakai wangi-wangian pada hari Jum’at.
Padahal
Islam menghendaki kaum muslimin supaya berkumpul pada hari Jum’at pada
pertemuan mingguan dalam keadaan sesempurna mungkin, berpenampilan
paling baik, serta memakai wangi-wangian yang paling wangi sehingga
orang lain tidak terganggu oleh bau yang tidak sedap. Serta tidak juga
mengganggu para Malaikat.
Di dalam
kitab ash-Shahiihain disebutkan, dari Abu Bakar bin al-Munkadir, dia
berkata, ‘Amr bin Sulaim al-Anshari pernah memberitahuku, dia berkata,
Aku bersaksi atas Abu Sa’id yang mengatakan, Aku bersaksi bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الْغُسْلُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ وَأَنْ يَسْتَنَّ وَأَنْ يَمَسَّ طِيبًا إِنْ وَجَدَ
“Mandi
pada hari Jum’at itu wajib bagi setiap orang yang sudah baligh. Dan
hendaklah dia menyikat gigi serta memakai wewangian jika punya.” [7]
Di dalam
kitab Shahiih al-Bukhari juga disebutkan, dari Salman al-Farisi, dia
berkata, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
لاَ يَغْتَسِلُ رَجُلٌ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَيَتَطَهَّرُ مَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ وَيُدَّهِنُ مِنْ دُهْنِهِ أَوْ يَمَسُّ مِنْ طِيبِ بَيْتِهِ ثُمَّ يَخْرُجُ فَلاَ يُفَرِّقُ بَيْنَ اثْنَيْنِ ثُمَّ يُصَلِّي مَا كُتِبَ لَهُ ثُمَّ يُنْصِتُ إِذَا تَكَلَّمَ اْلإِمَامُ إِلاَّ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ اْلأُخْرَى
“Tidaklah
seseorang mandi dan bersuci semampunya pada hari Jum’at, memakai mi-nyak
rambut atau memakai minyak wangi di rumahnya kemudian keluar lalu dia
tidak memisahkan antara dua orang (dalam shaff) kemudian mengerjakan
shalat dan selanjutnya dia diam (tidak berbicara) jika khatib
berkhutbah, melainkan akan diberikan ampunan kepadanya (atas kesalahan
yang terjadi) antara Jum’atnya itu dengan Jum’at yang berikut-nya.” [8]
[Disalin
dari kitab kitab al-Kali-maatun Naafi’ah fil Akhthaa' asy-Syaa-i’ah, Bab
“75 Khatha-an fii Shalaatil Jumu’ah.” Edisi Indonesia 75 Kesalahan
Se-putar Hari dan Shalat Jum’at, Karya Wahid bin ‘Abdis Salam Baali.
Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
[1]. Shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 865), dan an-Nasa-i (no. 1370), serta Ibnu Majah (no. 794).
[2]. Shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (no. 15072), Abu Dawud (no. 1052), at-Tirmidzi (no. 500), an-Nasa-i (no. 1369), Ibnu Majah (no. 1125). Dan at-Tirmidzi mengatakan, “Hadits hasan.”
[3]. Shahih: Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban (no. 258/Ihsaan), Ibnu Khuzaimah (no. 1857) dengan sanad yang hasan, dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani di dalam kitab Shahiih at-Targhiib (no. 726).
[4]. Shahih Mauquf: Dinilai shahih oleh al-Albani di dalam kitab Shahiih at-Targhiib (no. 732).
[5]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 881) dan Muslim (no. 850).
[6]. Hasan: Diriwayatkan oleh Ahmad (no. 21765) dan selainnya yang dinilai hasan oleh al-Albani di dalam kitab Shahiih at-Targhiib (no. 710).
[7]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 880) dan Muslim (no. 846).
[8]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 883).
[2]. Shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (no. 15072), Abu Dawud (no. 1052), at-Tirmidzi (no. 500), an-Nasa-i (no. 1369), Ibnu Majah (no. 1125). Dan at-Tirmidzi mengatakan, “Hadits hasan.”
[3]. Shahih: Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban (no. 258/Ihsaan), Ibnu Khuzaimah (no. 1857) dengan sanad yang hasan, dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani di dalam kitab Shahiih at-Targhiib (no. 726).
[4]. Shahih Mauquf: Dinilai shahih oleh al-Albani di dalam kitab Shahiih at-Targhiib (no. 732).
[5]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 881) dan Muslim (no. 850).
[6]. Hasan: Diriwayatkan oleh Ahmad (no. 21765) dan selainnya yang dinilai hasan oleh al-Albani di dalam kitab Shahiih at-Targhiib (no. 710).
[7]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 880) dan Muslim (no. 846).
[8]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 883).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar